Selasa, 09 Juni 2009

Tawajjuh

Tawajjuh berarti meninggalkan pikiran-pikiran kecuali kepada Allah. Kegiatan tawajjuh biasanya dilakukan dengan cara :
1. Terus menyebut ismu Dzat dalam kalbu.
2. Memejamkan mata.
3. Menahan nafas sekuatnya dan diulang terus menerus.
4. Berupaya meninggalkan pikiran-pikiran kecuali kepada Allah.

Kegiatan menutup mata dan menahan nafas dapat dimisalkan seolah-olah pelaku mematikan aktivitas jasmaniah dan membangun aktivitas batiniah, karena perjalanan spiritual tidak akan tertembus melalui panca indrawi (apabila rasionalisme mencapai puncak eksistensi dalam pencarian kebenaran, maka puncak eksistensi itu hanyalah awal dari perjalanan baru spiritual ... demikianlah rasionalisme tidak mampu menggapai perjalanan tahap lanjut menuju Allah, karena perjalanan tahap lanjut itu bukan berjalan, bukan juga berlari selayaknya aktivitas jasmani, melainkan terbang seperti layaknya perjalanan spiritual pada umumnya).

Saat bertawajjuh, pada awalnya, dalam pandangan mata terpejam, pelakon akan melihat berbagai hal, misalnya padang rumput yang luas, laut yang luas, cahaya, tulisan 'Allah', dan lain-lain. Semua penglihatan tersebut adalah penglihatan yang masih baur (belum terfokus). Pada tahap tertentu, dimana pikiran berhasil difokuskan, maka yang nampak adalah 'sesuatu yang bermakna' (tidak bisa diceritakan karena bersifat rahasia dan khas).

6 Metode Tarekat Majelis Dzikir

Setiap tarekat pasti memiliki metode dalam mencapai tujuannya. Secara umum, tujuan setiap tarekat adalah pencapaian taraf fanaul fanailallah (tenggelam dalam Allah) bagi individu yang melakoninya. Pada tarekat Majelis Dzikir binaan Ayahanda Chalid Bermawie (kita sebut saja : Tarekat Majelis Dzikir Barmawiyyah), dikenal enam kegiatan yang menjadi metode ajarannya.

Enam metode tarekat tersebut adalah
1. Mengamalkan kalimat laa illaha illallah secara lisan dengan bilangan tertentu.
2. Mengucap ismu Dzat dalam kalbu.
3. Tawajjuh.
4. Harkat.
5. Dorob.
6. Kalam.

Sebagai metode, enam kegiatan di atas tidak selalu bersifat rukun. Artinya, apabila mencapai tahapan lebih lanjut tidak berarti tahapan terdahulu ditinggalkan (tidak diamalkan lagi). Tarekat Majelis Dzikir Barmawiyyah menganjurkan mengamalkan enam kegiatan ini dengan menyesuaikan terhadap situasi dan kondisi pelakon, mana yang paling mungkin.

Meski pengamalan kegiatan-kegiatan (yang menjadi metode) tarekat ini tidak mesti runut, namun pada situasi ideal, urutan di atas biasanya benar-benar dipraktikkan, karena sesungguhnya urutan enam kegiatan metode itu adalah tahapan/ tingkatan batin para pelaku (sufi).

Sebagai tingkatan batin, maka kami sampaikan taraf berikutnya (yang ke-7 dan 8), yakni
1. Khawastul khawas ilallah, dan
2. Fanaul fana ilallah.